Teori fungsionalisme structural merupakan salah satu dari empat
varian teori yang tergabung dalam paradigma fakta social. Teori ini menekankan
pada keteraturan (order) dan mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam
masyarakat.
Dalam teori fungsionalisme structural dikenal sebagai integration
approach, order approach, dan equilibrium approach, menekankan keteraturan
sebagai sumber integrasi dan keseimbangan. Menurut teori ini masyarakat
merupakan suatu system social yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen yang
saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi
pada suatu bagian akan membawa perubahan pula terhadap bagian yang lain. Asumsi
dasarnya adalah bahwa setiap struktur dalam sisitem social, fungsional terhadap
yang lain, secara ekstrim dapat digambarkan bahwa semua peristiwa dan semua
struktur adalah fungsional bagi masyarakat.
Sementara para ahli konflik sangat berbeda dengan pandangan dalam
teori fungsional structural, mereka menekankan konflik sebagai sumber perubahan,
lahirnya teori konflik merupakan suatu reaksi terhadap teori fungsionalisme
structural, dimana konsep sentralnya adalah adanya wewenang dan posisi yang
keduanya merupakan fakta social. Menurut pandangan teori ini adalah bahwa
adanya distribusi wewenang dan kekuasaan yang tidak merata dapat menjadi faktor
pemicu terbentuknya konflik secara sistematis.
Thomas Bernard menempatkan kedua teori ini kedalam dalam konteks
pembahasan yang lebih luas antara teori consensus (salah satu diantaranya
adalah fungsionalisme structural) dan teori konflik (salah satu diantaranya
adalah teori konflik). Teori consensus memandang norma dan nilai sebagai
landasan masyarakat, memusatkan perhatiannya pada kepada keteraturan social
berdasarkan atas kesepakatan diam-diam dan memandang perubahan social terjadi
secara lambat dan teratur. Sebaliknya, teori konflik menekankan pada dominasi
kelompok social tertentu oleh kelompok lain, melihat keteraturan social
didasarkan atas perubahan manipulasi dan control oleh kelompok dominan dan
memandang perubahan social terjadi secara cepat dan menurut cara yang tak
teratur ketika kelompok-kelompok subordinat menggulingkan kelompok yang semula
dominan. Benard bahkan melacak akar perdebatan tersebut ke masa yunani kuno
(juga perbedaan antara Plato [ consensus] dan Aristoteles [Konflik].
Adapun dalam paradigma fungsional beberapa teori menurut beberapa
ahli seperti teori stratifikasi fungsional yang diungkapkan oleh Kingsley Davis
dan Wilbert Moore (1945) yang menjelaskan bahwa mereka menganggap stratifikasi
social sebagai fenomena universal dan penting. Mereka menyatakan bahwa tidak
ada masyarakat yang tidak terstratifikasi atau sama sekali tanpa kelas. Menurut pandangan mereka
stratifikasi adalah keharusan fungsional. semua masyarakat memerlukan system
seperti keperluan ini menyebabkan adanya system stratifikasi.
Selain itu fungsionalisme structural Tallcot Parsons dapat dilihat
dari pembahasannya tentang empat fungsi penting untuk semua system “tindakan”
yang terkenal dengan skema AGIL. AGIL. Suatu fungsi (function) adalah “Kumpulan
kegiatan yang ditujukan ke arah pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan
system (Rocher,1975:40) dalam teori ini Parson yakin bahwa ada empat fungsi
penting yang dibutuhkan dalam sebuah system yakni Adaptation (A), Goal Attainment (G), Integration (I), Latensi (L).
Agar system dapat bertahan maka system tersebut
harus memiliki empat fungsi tersebut.
Dalam teori fungsionalisme structural memiliki titik prioritas pada
keteraturan social dan sedikit memperhatikan masalah perubahan social seperti
asumsi yang di kemukakan oleh Parson :
1.
System memiliki property
keteraturan dan bagian-bagian yang saling tergantung.
2.
System cenderung bergerak kea
rah mempertahankan keteraturan-diri atau keseimbangan.
3.
System mungkin statis atau
bergerak dalam proses perubahan yang teratur.
4.
Sifat dasar bagian suatu system
berpengaruh terhadap bentuk bagian-bagian yang lain.
5.
System memelihara batas-batas
dengan lingkungannya.
6.
Alokasi dan integrasi merupakan
dua proses fundamental yang diperlukan untuk memelihara keseimbangan system.
7.
System cenderung menuju kearah pemeliharaan
keseimbangan-diri yang meliputi pemeliharaan batas dan pemeliharaan hubungan
antara bagian-bagian dengan keseluruhan system, mengendalikan lingkungan yang
berbeda-beda dan mengendalikan kecenderungan untuk merubah system dari dalam.
Parson adalah seorang
fungsionalis structural yang sangat penting adalah muridnya, Robert Merton yang
menulis beberapa peryataan terpenting tentang fungsionalis structural dalam
sosiologi(Stompka,2000;Tiryakian,1991. Walaupun Parson dan Merton adalah tokoh
dalam fungsional structural akan tetapi keduanya terdapat perbedaan penting.
Merton menjelaskan bahwa analsis structural-fungsional memusatkan
perhatian pada kelompok, organisasi, masyarakat, dan kultur. Ia menyatakan
bahwa setiap objek yang dapat dijadikan sasaran analisis structural fungsional
tentu mencerminkan hal standar (artinya terpola dan berulang)
(Merton,1949/1968;104). Merton juga memperkenalkan konsep fungsi nyata
(manifest) dan fungsi tersembunyi (laten ). Kedua istilah ini memberikan tambahan penting bagi analisis
fungsional. Menurut pengertian sederhana, fungsi nyata adalah fungsi yang di
harapkan, sedangkan fungsi yang tersembunyi adalah fungsi yang tak diharapkan .
merton kemudian menjelaskan bahwa akibat yang diharapkan tidak sama dengan
fungsi yang tersembunyi. Fungsi tersembunyi adalah suatu jenis dari akibat yang
tak diharapkan, satu jenis fungsional untuk system tertentu, tetapi ada dua
tipe lain dari akibat yang tidak diharapkan : yang disfungsional untuk system
tertentu dan ini terdiri dari disfungsi tersembunyi dan tidak relevan dengan
system yang dipengaruhinya baik secara fungsional atau disfungsional atau
konsekuensi nonfungsionalnya.
Dalam fungsionalis structural dikenal juga teori tentang Stuktur
social dan anomie yang disumbangkan oleh Merton yakni analisis mengenai hubungan
antar kultur, struktur, dan anomie. Merton mendefenisikan kultur sebagai
seperangkat nilai normative yang terorganisir, yang menentukan perilaku bersama
anggota masyarakat atau anggota kelompok. Struktur social adalah seperangkat
hubungan social yang terorganisir yang dengan berbagai cara melibatkan anggota
masyarakat atau kelompok didalamnya. Anomie terjadi bila ada keputusan hubungan
antara norma cultural dan tujuan dengan kapasitas yang terstruktur secara
social dari anggota kelompok untuk bertindak sesuai dengan nilai cultural. Artinya
bahwa karena posisi mereka didalam struktur social masyarakat beberapa orang
tidak mampu bertindak sesuai dengan nilai normative. Kultur menghendaki tipe
prilaku tertentu yang justru dicegah oleh struktur social.
Pembahasan tersebut diatas adalah gambaran tentang teori fungsional
structural, seperti yang telah kita ketahui bersama adalah teori fungsional
structural melahirkan sebuah reaksi sehingga lahirlah teori konflik yang
berkembang sebagai reaksi terhadap fungsionalisme structural dan akibat berbagai
kritik dari teori fungsional structural. Teori konflik ini berasal dari
berbagai sumber lain seperti teori Marxian dan pemikiran konflik social dari
Simmel. Masalah mendasar dalam teori
konflik adalah teori tersebut tak pernah berhasil memisahkan dirinya dari akar
structural fungsionalnya. Teori ini lebih merupakan sejenis fungsionalisme
structural yang angkuh ketimbang teori yang benar-benar berpandangan kritis
terhadap masyarakat.
Terdapat begitu banyak perbedaan dari kedua paradigma teori ini seperti dalam karya Dahrendorf (1958,2959).
Menurut fungsionalis masyarakat adalah statis atau masyarakat berada dalam
keadaan berubah secara seimbang, namun menurut Dahrendorf dan teoritisi konflik
lainnya ; setiap masyarakat setiap saat tunduk pada proses perubahan.
Fungsionalis menekankan keteraturan masyarakat sedangkan teoritisi konflik
melihat pertikaian dan konflik dalam system social. Fungsionalis menyatakan
bahwa setiap elemen masyarakat berperan dalam menjaga stabilitas. Teoritisi
konflik melihat berbagai elemen kemasyarakatan menyumbang terhadap diintegrasi
dan perubahan. Fungsionalis cenderung melihat masyarakat secara informal diikat
oleh norma, nilai, dan moral namun teoritisi konflik melihat apapun keteraturan
yang terdapat dalam masyarakat berasal dari pemaksaan terhadap anggotanya oleh
mereka yang berada diatas. Fungsionalis memusatkan perhatian pada kohesi yang
diciptakan oleh nilai bersama masyarakat
dan teoritisi konflik menekankan pada peran kekuasaan dalam
mempertahankan ketertiban dalam masyarakat.
Dahrendorf mengatakan bahwa masyarakat mempunyai dua wajah yaitu
konflik dan consensus, hal inilah yang mendorong adanya pemisahan antara
konflik dan consensus. Dalam kerangka pikir dalam bukunya The Functions of Social Conflict, Coser mengatakan bahwa “suatu
konflik dikatakan fungsional selama tidak menyentuh atau tidak berkaitan dengan
inti suatu system. Dan suatu konflik yang terjadi kemudian meronrong eksistensi
inti suatu system, maka konflik itu sifatnya disfungsional. Coser mengemukakan
beberapa fungsi konflik. Pertama, konflik
dapat menciptakan integrasi dalam in
group. Pada dasarnya konflik memiliki kekuatan integratif maksudnya dapat
mengintegrasikan anggota yang sebelumnya terjadi konflik dengan out group, kohesi social atau integrasi
social sangat lemah. Namun pada saat terjadi konflik dengan pihak luar, maka
secara spontan anggota kelompok memperkuat integrasi social untuk menghadapi
lawan dari luar (out group). Fenomena seperti ini terjadi karena pada dasarnya
setiap manusia memiliki sense of
belonging terhadap kelompoknya, dan sense
of belonging ini biasanya diikat oleh suatu keyakinan dan nilai yang sama
diantara anggota, sehingga ketika nilai dan keyakinan itu disentuh maka secara
spontan mereka akan melawan secara kolektif.
Hal tersebut dapat dilihat ketika Malysia mengklaim pulau Ambalat di
Kalimantan Timur sebagai bagian dari daerah teritorialnya, maka secara spontan
ribuan masyarakat Indonesia yang berasal dari latar belakang suku, entnis,
profesi mendaftarkan diri untuk menjadi pasukan relawan merah putih. Hal ini
mendapatkan respon secara nasional, padahal kita mengetahui persis bahwa pada
masa itu bangsa kita berada pada krisis integrasi yang sangat memprihatinkan.
Kedua teori tersebut menuai beberapa kritik seperti dalam teori konflik
dikritisi karena teori ini mengabaikan ketertiban dan stabilitas, dan
fungsional structural mengabaikan konflik dan perubahan. Teori konflik
berideologi radikal dan fungsional dikritik dengan ideology konservatifnya.
sumber : dikutip dari Ritzer
bagaimana pula dengan teori fungsionalisme strukturul oleh claude levi-strauss?
BalasHapus